Hari ketiga….
Pagi ini matahari mulai menunjukkan kegagahannya, dengan
sedikit malas kami memulai packing hari ini. Terlalu nyenyak tidur semalem
sehingga kami bangun agak kesiangan, mungkin karena tubuh yang belum
beradaptasi dengan aktifitas di lingkungan pantai sehingga kami baru
melanjutkan perjalanan jam 10.00 wib.
Jemuran yang belum di packing
Perjalanan dilanjutkan menuju "Leugon Muncang", untuk menuju
kesana kami melambung dari muara Citarate, karena lagi lagi karang di depan
kami, "Karang Monteng" tidak dapat dilewati sampai garis pantainya karena
tertutup oleh air dan ombak.
Pelambungan
Pelambungan kali ini melewati perkebunan karet milik warga yang membutuhkan waktu 1 jam sampai kami tiba di "Leugon Muncang". "Leugon Muncang" adalah sebuah teluk yang di pantainya didominasi oleh karang yang dimanfaatkan oleh warga untuk menjadi Spot memancing, terlihat sekitar 5 orang yang sedang sibuk dengan jorannya. Teluk ini diapit oleh Karang Monteng dan Karang Muncang.
Leugon Muncang
Perjalanan sedikit terhambat ketika ingin melewati
pinggir karang yang terjal di ujung teluk Leugon Muncang. setelah orientasi
medan, karang ini masih bisa dilewati tanpa peralatan khusus, namun tingkat
resiko jatuh tetaplah ada.
“Nanti pelampung ditiup dan webbing
dikeluarin sebagai antisipasi apabila hal buruk terjadi! Kata Babun”
Orientasi Medan
Untuk menjaga konsentrasi ketika melewati pinggir karang
tersebut, kami memutuskan untuk “MAKSIAT” terlebih dahulu guna mengisi amunisi
tubuh kami. Di jam “MAKSIAT” ini, Otoy & Bores berusaha mencari peruntungan
untuk memancing ikan, sambil menyanyikan lirik lagu....
“ Demi Kau dan Si Buah
Hati”
“Terpaksa Aku Harus Begini”
“Terpaksa Aku Harus Begini”
Mereka penuh semangat
bergabung dengan para pemancing penantang ombak untuk melempar Jorannya….
Maksiat di Pinggir Karang
Ketika mereka pulang ternyata peruntungan belum datang
kepada mereka, mereka pulang dengan tanpa ikan pancingan namun mereka membawa
sejenis hewan laut seperti bulu babi, namun kami belum mengenali apa hewan tersebut,
kami pun sempat mendokumentasikannya.
Bulu Babi hewan ??
Suara deburan ombak yang mengantam karang makin lama makin besar
karena siang hari adalah salah satu waktu pasangnya air laut. Kami percepat
pergerakan MAKSIAT ini, untuk segera melewati pinggir karang didepan kami ini.
Entah rasa khawatir, cemas atau takut atau bahkan gabungan ketiganya, yang mulai terlihat dari raut muka para
anggota susur pantai ini ketika briefing sebelum melewati karang tersebut, Doa
dan "Tos" menutup jam MAKSIAT ini, kami siap melewati pinggir karang tersebut. Dengan
beban carriel yang kami bawa bukan perkara yang mudah untuk melewati pinggir
karang tersebut karena kami harus menjaga keseimbangan pijakan, salah sedikit
akibatnya fatal. Webbing panjang dikeluarkan dan Pelampung ditiup untuk
antisipasi hal buruk yang terjadi.
“RASA TAKUT ITU PASTI ADA, ITU ADA AGAR KITA LEBIH HATI – HATI “
melewati karang terjal ( tampak belakang )
Satu persatu anggota mulai melewati pinggir karang tersebut
dengan begitu hati – hati. Ombak dibawah kami seakan – akan ingin menggapai
tubuh kami. Sehingga ini merupakan “ The Deg – Deg an Moment“, canda setelah
melewati karang tersebut, kami berhasil dengan selamat. Entah apa yang akan
terjadi apabila ada salah satu dari kami yang jatuh ke dalam air.
melewati karang terjal ( tampak depan ) batas antara karang & air
Setelah melewati karang terjal tersebut, kami menyusuri
garis pantai berkarang beratapkan tebing. Tiba di pantai sebelum Karang Sedong
Buku, Disini kami beristirahat sejenak untuk mengatur nafas sambil mencari info
tenteng jalur melewati Karang Sedong Buku. Kebetulan ada seorang petani yang
sedang mengurus ladangnya, dengan ramah beliau menyapa serta memberikan
informasi kepada kami.
karang beratap tebing
Menurut Beliau “ Karang Sedong Buku “ tidak dapat dilalui
garis pantai dan karangnya karena tertutup ombak yang besar, atas saran dari
beliau kami melambung melewati ladang sawah, perkebunan jati milik Perhutani
dan perkebunan karet untuk menuju tujuan kami selanjutnya yaitu muara
Cilograng. Sedikit kebingungan ketika masuk di dalam hutan karet karena banyak
jalur warga, kami salah jalan, warga sekitar sebagai informan pun tidak kami temui.
Pelambungan
Jam ditangan sudah menunjukkan pkl 16.44 wib ketika kami tiba di muara Cilograng. Di muara ini kami bertemu dengan rombongan warga yang telah pulang dari memancing, mereka menyarankan tempat istirahat untuk mendirikan perlindungan malam ini.
Pelambungan
Jam ditangan sudah menunjukkan pkl 16.44 wib ketika kami tiba di muara Cilograng. Di muara ini kami bertemu dengan rombongan warga yang telah pulang dari memancing, mereka menyarankan tempat istirahat untuk mendirikan perlindungan malam ini.
“ 100 m di depan sana
ada kucuran air dek. Ujar salah seorang Bapak “
“ Bisa buat mandi dan minum, lanjut beliau “
Tanpa berpikir panjang, kami langsung menuju tempat yang
dimaksud oleh si Bapak. Ternyata memang benar
ada kucuran air tawar layak minum, di dekatnya ada lahan untuk kami mendirikan perlindungan malam ini.
Waktu
Sore adalah waktunya melepas lelah, santai menikmati suasana sore, berenang, snorkling
& melihat aktifitas warga yang menjebak lobster laut sambil menunggu
matahari “pulang ke peraduannya”.
Penyusur pantai dengan Bapak pencari lobster
Malam
ini seperti biasa diisi dengan evaluasi, resection serta briefing untuk esok
hari. Hasil evaluasi menjelaskan bahwa jarak hari ini dari muara citarate
menuju camp ini hanya 2,53 km. Hari ini adalah perjalanan terberat dan
melelahkan karena melakukan 2 kali pelambungan dan salah jalan ketika menuju
muara cilograng.
Kontur pasir camp malam ini agak miring tidak seperti di muara citarate, angin
pun tidak berhembus sehingga kami berulang kali terjaga dari tidur karena
kegerahan…
To be continued…
0 comments:
Post a Comment